Total Tayangan Halaman

Entri Populer

Jumat, 11 Februari 2011

Bapak Tua dan Valentin

Ketika diantarkan menuju kantor (seperti biasanya oleh my hubby, I love you) saya berpapasan dengan sebuah fenomena yang menyentuh hati. Seorang bapak tua yang berumur kira-kira 60 tahun, mengayuh sepeda mini dan di belakangnya duduk manis seorang anak laki-laki kecil dengan penuh ketenangan. Kami yang melihat (aku dan orang-orang yang juga berpapasan) melihatnya dengan terharu. Masya Allah, kayuhan sepeda itu dilakukan dengan penuh cinta kasih kepada seorang cucu. Kasih sayang yang tidak ada habisnya dari seorang bapak yang tentunya juga orang tua kita di rumah. Mereka merawat kita sejak kecil, mencari nafkah yang tiada lain untuk anak-anaknya tercinta, dan hingga kita memiliki anak mereka pun ikut merawat anak kita. Duhai, betapa besarnya cinta kasih orang tua kepada anaknya. Tapi, kita belum tentu membalas kasih sayang mereka dengan yang lebih besar minimal dengan rasa kasih sayang yang sama.

Ya Allah, ya Rabb, cintailah kedua orang tua kami, sayangilah mereka, lindungilah mereka, dan mudahkanlah urusan mereka. Maafkanlah kesalahan mereka dan masukkanlah mereka kelak ke dalam surgamu. Amiin.

Di tengah suasana menjelang tanggal 14 Februari, para pemilik industri sudah memanfaatkan momentum ini demi mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Dibuatlah aneka cokelat dengan paket berwarna pink, baju-baju pink bertebaran di mana-mana, boneka warna pink, dan segala macam pernak-pernik untuk muda-mudi yang masih saja mempercayai hari kasih sayang yang cuma sehari itu. Duh, kasihan adik-adik kita. Mereka telah dimanfaatkan oleh para pemilik industri itu.

Bapak tua itu dan cucunya mungkin tidak mengenal hari valentin, tapi kasih sayang yang diberikannya melebihi praktik perayaan valentin. Semoga adik-adikku yang turut serta dalam riuhnya suasana valentin segera menyadari arti sesungguhnya kasih sayang yang tulus.


Sudahkah kita memberikan kasih sayang yang tulus kepada orang tua kita?


dishare juga ke:yani0806.multiply.com dan dwiyanisucianto.wordpress.com

Selasa, 08 Februari 2011

Bersepeda

Hah!Campur baur ketika memulai lagi aktivitas bersepeda.Memulai itu memang enggak mudah.Harus ada niat yang kuat dari dalam diri. Ya,ada sedikit keraguan ketika belum pernah mencoba bersepeda lagi. Apakah saya masih bisa bersepeda? Dan ....

Pagi tadi saya mulai bersepeda. Rencananya sih, mau berangkat ke kantor dengan bersepeda. Tapi, izin itu belum dikeluarkan oleh kekasihku, Ayah Tonny. Bukan apa-apa,dia tak mau tenagaku diforsir. Latihan dulu, bersepeda dengan jarak dekat, sedikit jauh, sampai ke arah kantor. Nah, baru deh tuh Bike to Work dijadikan rutinitas. Tapi, aktivitas bersepeda menghalangi seorang perempuan untuk hamil, ga sih?

Boleh dong, kalau ada bloger yang tahu tentang informasi keamanan bersepeda bagi seorang perempuan. Saya tunggu informasinya. Trims

Senin, 07 Februari 2011

Perjuangan Itu Bernama Konsisten

Hmm,apa yang terjadi pada kita pastinya atas izin Sang Penentu Kehidupan dan Sang Pemilik diri ini.Dia memberikan segala sesuatu menurut ukuran hamba-Nya.Dia tidak pernah lupa memberikan imbalan atas perbuatan makhluk-Nya.Begitu pula dengan yang terjadi pada diri ini.Apa yang terjadi pada diri pasti memiliki hikmah yang harus diambil untuk dijadikan pelajaran.Saya harus bisa mengambil pelajaran itu.

Ya,hari ini konsistensi itu harus dimulai.Bismillah.Semoga ada hikmah dan berkah dari sesuatu yang baru mulai saya lakukan saat ini.

Itu saja.Sekadar melemaskan jari-jari ini dan mencoba berkonsistensi dalam menulis.:)

Jumat, 04 Februari 2011

Karena Kita Tidak Hidup Sendiri

Mengunjungi tempat hiburan seperti pantai, taman, atau daerah yang sejuk apakah hanya milik mereka yang belum memiliki anak? Ke tempat hiburan seperti ini sering kali saya menemukan fenomena pasangan yang sedang "mojok" berduaan. Ahhhg!

Padahal anak-anak kita yang masih kecil juga butuh hiburan ini. Tapi,saya menyayangkan bahwa anak-anak kita harus melihat aktivitas orang dewasa ini saat usia mereka belum pantas melihat itu. Di rumah pun, mereka tak pernah diizinkan untuk melihat aktivitas orang dewasa yang tak senonoh itu.

Betapa orang dewasa bersifat egois. Mereka hanya memikirkan kesenangan diri mereka sendiri. Bahkan, mereka tak memikirkan jika adik mereka, keponakan mereka, atau anak mereka sendiri yang melihat pemandangan yang tak pantas itu.

Jika mereka sudah menikah pun, tak pantas melakukannya di tempat umum, apalagi jika mereka belum menikah. Ke mana rasa malu mereka atau harga diri kaum perempuan yang mau saja dipermainkan di depan umum.

Kita Tidak Hidup Sendiri, Kawan!!! Jika kalian memang sedang dimabuk asmara, tak perlulah orang lain tersakiti. Rasanya jika disebut cinta itu sejati, tidak buat pasangan yang mengumbar kemesraan mereka di depan umum. Kalimat yang pantas untuk mereka adalah cinta itu nafsu.

Mereka memang berhak untuk berduaan, tapi apakah kami juga tidak mempunyai hak untuk menikmati pantai, taman yang sejuk tanpa mata ini memandang hal-hal yang tak senonoh??

Semoga ke depan kita akan mendapati pantai, taman yang bebas dari aktivitas pornografi. BISMILLAH
KITA TIDAK HIDUP SENDIRI,KAWAN. Hormatilah orang lain, niscaya kau akan dihormati orang lain.

Rabu, 02 Februari 2011

Mari, Berbagi Ilmu di Sini: Awali dengan Bismillah

dwiyanisucianto.wordpress.com

Awali dengan Bismillah

Memulai itu enggak mudah, tapi kita bisa. Kata seseorang, buatlah satu hari satu catatan di sini. Apa pun. Bismillah

Editor

Edit. Ini adalah pekerjaan yang kutekuni saat ini. Mengasyikkan. Saya bisa membaca buku yang orang lain belum membacanya. Bahkan, tak jarang saya pun ikut mengubah atau menambahkan jalan cerita atau tulisan seseorang, bahkan penulis terkenal sekalipun. Hehehe. Ikut bangga kalo buku itu jadi buku best seller. Teman-teman berkomentar, enak yah, jadi editor tiap hari bisa baca buku. Alhamdulillah, tambah pengetahuan, dan tambah referensi. Tapi, ada juga ga enaknya. (Manusia, selalu aja ada ketidakpuasannya) Saya sering mengantuk di depan layar monitor membaca halaman demi halaman naskah yang belum jadi buku itu. (Mungkin, ini bukan karena profesi editor itu,ya. kebiasaan terpendam saya :))

Saya bersyukur dan berterima kasih kepada teman saya yang pernah menjadi atasan saya. Yang mana, ya... perasaan sampai saat ini saya masih menjadi staf yang selalu gonta-ganti atasan. Setelah kurang lebih setahun saya menjalani profesi sebagai editor, saya dipaksa untuk membuat back cover, pengantar penerbit, dan tulisan lain. Sempet bangga, soalnya saya pikir tulisan saya akan dibaca oleh banyak orang yang membeli atau setidaknya melihat buku itu. Hmmm. Ditambah lagi, saat itu, kemampuan menulis saya belum terasah. Ibarat kata, saya seperti dijorokkin oleh atasan saya itu. Tapi, saya merasakan manfaat saya dijorokkin itu sampai sekarang. Setidaknya, saya berani untuk menulis. Trims, Sobat!


To be continued